Saya mengenal tokoh Al Gore ketika dia dicalonkan sebagai calon presiden AS dari Partai Demokrat pada pemilu tahun 2000. Dan akhirnya Al Gore dikalahkan oleh George W. Bush secara kontroversial. Saya tidak akan membahas tentang kekalahan Al Gore dalam tulisan ini. Tetapi saya tertarik dengan sepak terjangnya setelah pemilu tahun 2000. Apa yang dilakukan oleh Al Gore setelah pemilu sangat menarik dan mengesankan buat saya. Menurut saya kepeduliannya terhadap bumi dan lingkungan patut kita puji dan hargai. Sehingga layak kalau Al Gore memperoleh anugerah Penghargaan Perdamaian Nobel.
Terlahir dengan nama lengkap Albert Arnold Gore Jr pada 31 Maret 1948 di Washington D.C. Al Gore terpilih menjadi wakil presiden AS yang ke-45 mendampingi Presiden Bill Clinton dari tahun 1993 sampai 2001. Pada tahun 2000 Al Gore mengajukan diri dalam pemilihan presiden AS tetapi dikalahkan oleh Geoge W. Bush dalam sebuah pemilu yang sangat ketat dan kontroversial. Gore memiliki jumlah suara pemilu terbanyak namun tidak terpilih sebagai presiden AS karena kalah dari Bush dalam jumlah suara electoral. Aturan pemilihan presiden di AS memang berbeda dengan aturan pemilihan presiden di Indonesia yang dipilih secara langsung.
Gore dikenal gencar berbicara mengenai masalah iklim. Yaitu tentang perubahan iklim yang sedang terjadi di bumi selama beberapa tahun terakhir. Gore tampil dalam sebuah film dokumenter berjudul An Inconvenient Truth ( terjemahan bebasnya adalah suatu kebenaran yang tidak menyenangkan ) yang bercerita mengenai pemanasan global. Film ini meraih penghargaan Academy Award. Pada 12 Oktober 2007 Al Gore diumumkan sebagai pemenang anugerah penghargaan perdamaian Nobel bersama dengan Intergovernmental Panel on Climate Change untuk usaha bersama mereka dalam membangun dan menyebarluaskan pengetahuan mengenai perubahan iklim yang disebabkan manusia serta dalam merintis langkah-langkah yang diperlukan untuk melawan perubahan tersebut.
Ada satu hal yang membuat saya tertarik untuk menulis tentang Al Gore dalam postingan sekarang. Sejak film An Incovenient Truth sukses merangkul opini global nama Al Gore seakan-akan tak terpisahkan dengan isu perubahan iklim. Al Gore dan perubahan iklim menjadi dua sisi dari sekeping mata uang yang sama. Al Gore sering dan terus menerus mengajukan pertanyaan yang sama untuk menanggulangi krisis iklim " Sepanjang hidup kita hanya perlu menjawab satu pertanyaan yaitu apakah kita akan memilih hal benar yang sulit atau hal salah yang mudah ( the difficult right or easy wrong ). Itu pertanyaan yang sama bagi kita semua dalam menghadapi krisis iklim".
Di tataran moral pandangan Al Gore menjangkau lebih jauh ke depan demi generasi mendatang. Tantangan yang dikemukakannya adalah untuk membuka pandangan kepada audiennya tentang nasib bumi dan lingkungan akibat perubahan iklim dan pemanasan global. " Tak lama lagi, anak cucu kita akan menengok ke belakang, ke saat-saat ketika kita harus membuat pilihan. Ada dua pertanyaan yang mungkin akan mereka lontarkan. Yang pertama adalah,' Apa yang kalian pikirkan saat itu? Tidakkah kalian peduli es di kutub utara mencair?' Atau," Bagaimana kalian bisa memiliki keberanian moral sedemikian besar untuk bangkit berdiri dan mengatasi krisis yang oleh banyak orang dikatakan tidak mungkin diatasi?"
Jawaban untuk pertanyaa pertama menurut Al Gore mungkin akan sangat menyakitkan," Kami berkelahi satu sama lain. Kami tidak percaya bahwa itu terjadi. Kami menunggu terlalu lama. Kami menghadapi banyak masalah lain. Maafkan kami..."
Sedangkan untuk jawaban pertanyaan kedua," Bagaimana kalian melakukannya?" Al Gore berangan bisa menjawabnya," Titik balik terjadi tahung 2009...Ketika kelompok oposan mulai berubah menjadi perduli, menuju arah baru...."
Dan Al Gore pun berharap bahwa negaranya AS mengubah paradigma pembangunannya dari boros karbon menjadi pembangunan rendah karbon dengan keluarnya peraturan yang mengatur insentif untuk mendorong lahirnya sejarah baru yaitu energi fosil digantikan oleh energi matahari, angin, dan panas bumi. Namun sayangnya AS hingga tahun lalu belum juga meratifikasi Protokol Kyoto yang disepakati tahun 1997 di Kyoto Jepang. Padahal AS adalah negara penghasil emisi gas rumah kaca tertinggi di dunia.
Al Gore kini telah menetapkan pilihannya untuk bertindak menyelamatkan ras manusia. Politik menjadi satu hal yang hanya melandasi wacananya tetapi bukan sebagai jalan perjuangannya. Al Gore percaya bahwa perubahan bisa datang dari akar rumput. Untuk tujuan tersebut dia mendirikan The Climate Project sebuah organisasi nirlaba yang bertugas menyebarkan kesadaran publik akan perubahan iklim. Prinsip The Climate Project adalah dari akar rumput untuk akar rumput. The Climate Project membuka diri untuk semua orang. Anggota-anggotanya mulai dari profesor, dokter hingga ibu rumah tangga dan anak kelas 5 SD boleh bergabung ke dalamnya. Hal itu tampak di tubuh The Climate Project Indonesia. Jumlah anggota The Climate Project kini mencapai sekitar 35000 orang yang telah melakukan presentasi sebanyak sekitar 70000 kali kepada sekitar 7,3 juta orang.
Al Gore kini menghabiskan seperempat waktunya untuk berkeliling melatih para presenternya yang merupakan perpanjangan tangannya untuk berkampanye dan menumbuhkan kesadaran bahwa perubahan iklim sungguh terjadi dan manusia menjadi salah satu penyebab tetapi sekaligus pembawa solusi. " Yang menderita akibat dampak perubahan iklim adalah Anda, kita semua. Akar rumput yang menerima dampaknya. Oleh karena itu sebagai akar rumput kita menyuarakan agar ada kesadaran yang muncul di kalangan luas untuk memberikan pengertian tentang melakukan yang benar".
Al Gore mengaku senang bekerja bersama dengan akar rumput yang dia yakini bahwa suatu saat akar rumputlah yang bisa mendesakkan perubahan kepada para pemimpin dunia.
Dalam melakukan kampanyenya baik dengan presentasi atau buku, Al Gore cenderung mengemukakan contoh-contoh yang ekstrem dan berdampak masif. Menurut Al Gore seseorang perlu disentuh emosinya karena emosi bukan sekedar pikiran yang akan mendorong seseorang untuk mengambil keputusan untuk berubah. " Menyajikan sekedar data-data tidaklah cukup," ujarnya.
Saya sependapat dengan Al Gore bahwa pilihan ada di tangan kita. Kita bisa menjadi berkat atau kutuk bagi anak cucu kita. Selaku warga dunia saya juga mempunyai kewajiban untuk menyelamatkan dunia dari kehancuran. Bumi dan lingkungannya telah memberikan yang terbaik buat saya dan orang-orang yang saya cintai. Anda pun patut mengucap syukur atas anugerah tak terhingga ini. Namun sayang akibat keserakahan manusia telah bumi mengalami degradasi yang sangat cepat dan parah. Saya berharap pilihan terbaik yang akan kita lakukan.